Hijrahnya Keluarga Salamah ke Madinah


Abu Salamah bin Abdul Asad termasuk orang yang pertama dan bergegas menyambut perintah Rasulullah untuk berhijrah ke Madinah. Ia juga merupakan orang yang pertama yang berhijrah dari kekufuran menuju keislaman. Ia dan istrinya, Ummu Salam, berasal dari kabilah yang sama, dari Bani Makhzum.

Kedudukan mereka yang mulia sebagai keluarga terhormat di Mekah, tidak menghalangi mereka untuk hijrah ke Madinah. Mereka nafikan kelas sosial mereka demi menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya. Abu Salamah, istrinya, dan seorang anaknya pun berangkat menuju Madinah.

Benarkah Nabi Nuh Tidak Bersabar Karena Meminta Adzab Untuk Kaumnya?


Sebagian orang ada yang menuduh Rasulullah Nuh ‘alaihissalam bukanlah seorang Rasul yang sabar menghadapi kaumnya, padahal Allah sendiri menggelarinya ulul azmi di antara para rasul. Alasan orang-orang yang menuduh Nabi Nuh tidak sabar karena Nabi Nuh memintakan adzab kepada Allah untuk kaumnya.
Mari pahami alur kisahnya, mengapa Nabi Nuh mengucapkan demikian, sehingga kita tidak berburuk sangka kepada utusan Allah yang mulia.

Pelajaran dari Kisah Sujudnya Para Malaikat kepada Adam





Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menempatkan Adam dan anak keturunannya dalam kedudukan yang mulia, lebih mulia dari para makhluk-Nya yang lain. Salah satu bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah setelah Allah menciptakan Adam, Allah perintahkan para malaikat untuk sujud kepada Adam ‘alaihi shalatu wa salam.

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34)

Peristiwa sujudnya para malaikat kepada Adam terkadang menimbulkan polemik di sebagian umat Islam atau memang isu ini sengaja dilemparkan ke tengah-tengah umat Islam untuk menebar kerancuan dengan mempertanyakan “Mengapa Allah meridhai makhluk-Nya sujud kepada selain-Nya? Bukankah ini sama saja melegitimasi kesyirikan? Dan Iblis adalah hamba Allah yang benar-benar mentauhidkannya karena menolak untuk sujud kepada Adam”. Kurang lebih demikian kalimat rancu yang sering dibesar-besarkan oleh sebagian kalangan.

Yang perlu kita ketahui adalah para ulama membagi sujud ke dalam dua bagian; pertama, sujud ibadah dan yang kedua sujud (tahiyah) penghormatan.

Sujud ibadah hanya boleh dipersembahkan kepada Allah semata tidak boleh kepada selain-Nya. Allah tidak pernah memerintahkan satu pun dari makhluk-Nya untuk bersujud kepada selain-Nya dalam rangka untuk beribadah kepada makhluk tersebut. Para malaikat Allah perintahkan sujud kepada Adam bukan dalam rangka sujud ibadah tetapi sujud penghormatan.

Sujud penghormatan merupakan bagian dari syariat umat-umat terdahulu, kemudian amalan ini diharamkan dengan diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara contoh sujud penghormatan adalah sujudnya para malaikat kepada Nabi Adam ‘alaihissalam. Demikian juga mimpi Nabi Yusuf yang ia ceritakan kepada Ayahnya Nabi Ya’qub lalu mimpi itu menjadi kenyataan. Di dalam surat Yusuf dikisahkan,

إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ

(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.” (QS. Yusuf: 4)

وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا ۖ وَقَالَ يَا أَبَتِ هَٰذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا ۖ

Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf, “Wahai ayahku inilah ta´bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan…” (QS. Yusuf: 100)

Inilah di antara contoh-contoh sujud penghormatan yang merupakan bagian dari syariat umat terdahulu.

Pengalaman serupa juga pernah terjadi kepada Muadz bin Jabal tatkala melihat ahlul kitab di Syam. Tatkala pulang dari Syam, Muadz sujud di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

مَا هَذَا يَا مُعَاذُ قَالَ أَتَيْتُ الشَّامَ فَوَافَقْتُهُمْ يَسْجُدُونَ لِأَسَاقِفَتِهِمْ وَبَطَارِقَتِهِمْ فَوَدِدْتُ فِي نَفْسِي أَنْ نَفْعَلَ ذَلِكَ بِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَا تَفْعَلُوا فَإِنِّي لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِغَيْرِ اللَّهِ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Apa-apaan ini, wahai Mu’adz?” Muadz menjawab, “Aku baru datang dari Syam. Yang kulakukan ini serupa dengan mereka, (orang-orang di sana) mereja sujud untuk uskup dan pendeta-pendeta mereka. Aku pun berkeinginan melakukannya kepadamu.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jangan kau lakukan. Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk bersujud, maka akan kuperintahkan istri untuk bersujud kepada suaminya.” (HR Ibnu Majah, No. 1853).

Apa yang dilakukan penduduk Syam adalah contoh dari syariat terdahulu yang masih mereka amalkan, mereka sujud kepada pemuka-pemuka agama dan tokoh-tokoh mereka sebagai penghormatan untuk para pembesar tersebut, bukan untuk menyembah mereka.

Di antara contoh lainnya juga, ada seekor hewan melata yang sujud kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau melarangnya karena sujud kepada makhluk, baik itu sujud penghormatan terlebih lagi sujud untuk ibadah, haram hukumnya dalam syariat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam timbangan syariat Muhammad (baca: syariat Islam) sujud penghormatan sama saja dengan sujud ibadah, haram hukumnya apabila dipersembahkan kepada selain Allah.

Pelajaran lainnya yang dapat kita petik dari peristiwa sujudnya para malaikat kepada Nabi Adam ‘alaihissalam adalah, iblis termasuk dari bangsa jin bukan dari golongan malaikat sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang.

Malaikat diciptakan dari cahaya, sedangkan bangsa jin termasuk iblis, Allah ciptakan dari api. Allah berfirman,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya…” (QS. Al-Kahfi: 50)

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

Allah berfirman, “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Iblis menjawab, “Saya lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. Al-A’raf: 12)

Dengan demikian iblis bukanlah dari golongan malaikat, saat itu ia hanya bersama dengan para malaikat Allah yang taat. Ada yang menyatakan, dahulu iblis adalah bangsa jin yang taat kepada Allah. Inilah alasannya ia dimuliakan dengan dikumpulkan bersama para malaikat walaupun ia bukan malaikat. Namun akhirnya sifat sombongnya terlihat di hadapan para malaikat, tatkala Allah mengujinya dengan memerintahkan untuk sujud kepada Adam.

Sumber: Fabihudahum Iqtadir
Ditulis oleh Nurfitri Hadi
Artikel www.KisahMuslim.com

Buah Kebaikan






Pada suatu hari ada seorang pemabuk yang mengundang sekelompok sahabatnya. Mereka pun duduk, kemudian si pemabuk memanggil budaknya, lalu ia menyerahkan empat dirham kepada pembantunya dan menyuruhnya agar membeli buah-buahan untuk teman-temannya tersebut. Di tengah-tengah perjalanan, si pembantu melewati seseorang yang zuhud, yaitu Manshur bin Ammar. Beliau berkata, “Barangsiapa memberikan empat dirham kepadanya. Selanjutnya Manshur bin Ammar bertanya, “Doa apa yang Anda inginkan?” Lalu ia menjawab, “Pertama, saya mempunyai majikan yang bengis. 

Ridha dengan Takdir yang Pahit

Dihikayatkan bahwa seseorang dari kalangan orang-orang shalih melewati seorang laki-laki yang terkena penyakit lumpuh separuh badan, ulat bertebaran dari dua sisi perutnya, lebih dari itu ia juga buta dan tuli. Lelaki lumpuh itu mengatakan, “segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanmu dari cobaan yang telah dialami oleh banyak orang.” Lantas lelaki shalih yang lewat itu heran, kemudian bertanya kepadanya, “Wahai saudaraku! Apa yang diselamatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari dirimu padahal saya melihat semua musibah, menimpa dirimu?” Ia menjawab, “Menyingkirlah kamu dariku hai pengangguran! Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyelamatkanku karena Dia menganugerahkan kepadaku lisan yang selalu mentauhidkan-Nya, hati yang dapat mengenal-Nya, dan waktu yang selalu kugunakan untuk berdzikir kepada-Nya.”

10 Malam Terakhir Ramadhan



 Bismillah Walhamdulillah Was Salaatu Was Salaam 'ala Rasulillah.


Diriwayatkan dari Aisyah ra., Sesungguhnya Nabi saw apabila memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) beliau benar-benar menghidupkan malam (untuk beribadah) dan membangunkan isterinya (agar beribadah) dengan mengencangkan ikatan sarungnya (tidak mengauli istrinya). (Bukhari dan Muslim)


Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata : Adalah Nabi saw bersungguh-sungguh solat malam pada sepuluh hari terakhir (di bulan Ramadhan) tidak seperti kesungguhannya dalam bulan selainnya. (Muslim). Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw bersabda: Barang siapa yang solat malam menepati lailatul qadar, maka diampuni dosanya yang telah lalu. (Riwayat Jama'ah)

Utsman bin Affan

Beliau adalah Abu Abdillah Utsman bin Affan bin al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kakek keempat yaitu Abdu Manaf, di masa jahiliah beliau dipanggil Abu Amr namun tatkala dari istri beliau yaitu Ruqayyah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terlahir seorang laki-laki yang diberi nama Abdullah lalu beliau berganti menjadi Abu Abdillah, dan beliau masyhur dengan julukan dzu nurain (pemilik dua cahaya).

Di masa jahiliyah Utsman bin Affan adalah seorang yang terpandang dan dimuliakan oleh kaumnya. Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat pemalu, hartawan, dan pemilik petuah yang didengar. Karena itulah ia sangat dicintai dan dimuliakan oleh kaumnya. Ia tidak pernah sujud kepada sebuah patung pun, tidak pula berbuat keji, tidak pernah meminum khamar baik sebelum maupun setelah Islam. Utsman bercerita, “Aku tidak pernah bernyanyi, tidak pula panjang angan-angan, aku pun tidak pernah menyentuh dzakarku dengan tangan kananku setelah aku gunakan tangan itu untuk membai’at Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, aku tidak pernah minum khamar di masa jahiliah maupun setelah Islam.”

Wahai Para Muslimah, Bisakah Kalian Meniru Beliau?

Berikut ini adalah Kisah Kehidupan Fathimah binti Abdil Malik bin Marwan, istri Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang begitu termasyhur dalam sejarah Islam. Kisah hidup beliau yang disampaikan oleh Asy-Syaikh Muhibbuddin Al-Khathib di dalam Muqaddimah Adabuz Zifaf ini sungguh mengesankan, dan tidak ada pertanyaan yang patut dilontarkan kepada para muslimah berkenaan dengan cerita ini melainkan, “Bisakah kalian meniru beliau?” Syaikh Muhibbudin Al-Khatib rahimahullah menuturkan,

“Di saat menikah, Fathimah binti Amirul Mukminin (Abdul Malik bin Marwan) adalah anak dari seorang ayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi atas wilayah Syam, Iraq, Hijaz, Yaman, Iran, Sindustan, Kaukasus, Qaram (?????), hingga belakang sungai: arah timur: Nigeria dan Genova, arah barat: Mesir, Sudan, Libya, Tunisia, Aljazair, Maroko Aqsa, dan Spanyol Barat.

Fathimah bukan saja putri khalifah tertinggi, tetapi juga saudara perempuan empat khalifah Islam: Al-Walid bin Abdil Malik, Sulaiman bin Abdil Malik, Yazid bin Abdil Malik, dan Hisyam bin Abdil Malik. Dan lebih dari itu, beliau adalah isteri dari khalifah paling agung yang dikenali Islam sesudah para khalifah di awal Islam, yaitu Amirul Mukminin Umar bin Abdil Aziz.

SYAHID SELEPAS MENGUCAPKAN SYAHADAH

SYAHID SELEPAS MENGUCAPKAN SYAHADAH


Suatu ketika tatkala Rasulullah s.a.w. sedang bersiap di medan perang Uhud, tiba-tiba terjadi hal yang tidak terduga. Seorang lelaki yang bernama Amar bin Thabit telah datang menemui Baginda s.a.w.. Dia rupanya ingin masuk Islam dan akan ikut perang bersama Rasulullah s.a.w. Amar ini berasal dari Bani Asyahali. Sekalian kaumnya ketika itu sudah Islam setelah tokoh yang terkenal Saad bin Muaz memeluk Islam. Tetapi Amar ini enggan mengikut kaumnya yang ramai itu. Keangkuhan jahiliyyah menonjol dalam jiwanya, walaupun dia orang baik dalam pergaulan. Waktu kaumnya menyerunya kepada Islam, ia menjawab, "Kalau aku tahu kebenaran yang aku kemukakan itu sudah pasti aku tidak akan mengikutnya." Demikian angkuhnya Amar.

Kaum Muslimin di Madinah pun mengetahui bagaimana keanehan Amar di tengah-tengah kaumnya yang sudah memeluk Islam. Ia terasing sendirian, hatinya sudah tertutup untuk menerima cahaya Islam yang terang benderang. Kini dalam saat orang bersiap-siap akan maju ke medan perang, dia segera menemui Rasulullah s.a.w. , menyatakan dirinya akan masuk Islam malah akan ikut berperang bersama angkatan perang di bawah pimpinan Rasulullah s.a.w. . Pedangnya yang tajam ikut dibawanya. 

7 Langit & 7 Malaikat Penjaga





Telah diceritakan oleh Ibnu al-Mubarak tentang seorang laki-laki yang bernama Khalid bin Ma’dan, dimana ia pernah bertanya kepada Mu’adz bin Jabal ra., salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw.

“Wahai Mu’adz! Ceritakanlah kepadaku suatu hadits yang telah engkau dengar langsung dari Rasulullah saw., suatu hadits yang engkau hafal dan selalu engkau ingat setiap harinya disebabkan oleh sangat kerasnya hadits tersebut, sangat halus dan mendalamnya hadits tersebut. Hadits yang manakah yang menurut engkau yang paling penting?”

Kemudian, Khalid bin Ma’dan menggambarkan keadaan Mu’adz sesaat setelah ia mendengar permintaan tersebut, “Mu’adz tiba-tiba saja menangis sedemikian rupa sehingga aku menduga bahwa beliau tidak akan pernah berhenti dari menangisnya. Kemudian, setelah beliau berhenti dari menangis, berkatalah Mu’adz: Baiklah aku akan menceritakannya, aduh betapa rinduku kepada Rasulullah, ingin rasanya aku segera bersua dengan beliau”